Senin, 23 September 2019

SERIBU BANGAU





Judul : SERIBU BANGAU
Penulis : Yasunari Kawabata 
Penerjemah : Endah Rahardjo
Penerbit : Gading Publishing
Terbit : Cetakan I, Januari 2015
Tebal : ix + 145 Halaman


Buku ini merupakan karya kedua Yasunari kawabata yang aku baca. Sebelumnya aku pernah membaca novel "Keindahan & Kesedihan". Tidak seperti novel "Keindahan & Kesedihan", "Seribu Bangau" ini menurutku agak sulit dimengerti, walau sudah kubaca dua kali. Mungkin kalau sudah tiga kali membacanya, aku agak lebih paham dengen isinya. Sayangnya kesedihan dalam "Seribu Bangau" tak lagi menarik bagiku. Entah mengapa ku memilih novel membosankan ini diantara ribuan yang terpajang di Pameran Buku Istora Senayan, apa mungkin aku terhipnotis dengan judulnya?.

Awalnya aku pikir novel ini bercerita tentang kisah cinta di musim panas dengan setting pemandangan danau luas yang cantik. Ternyata ceritanya seputar upacara minum teh sebagai latar kisah cinta aneh dan tanpa harapan.  Kikuji seorang lelaki dewasa yang hidupnya selalu dihantui oleh pengalaman masa kecil yang tak membahagiakan. Kikuji Mitani dengan bantuan seorang abdi wanita mendiang ayahnya, menjalani pertemuan perjodohan dengan Yukiko Inamura. Sang abdi, Kurimoto Chikako menyiapkan upacara minum teh untuk acara perjodohan tersebut.  Pada saat bersamaan hadir pula mantan istri simpanan mendiang ayahnya, Bu Ota bersama anak gadisnya Fumiko. 

Ketika Chikako mengadakan jamuan minum teh, Yukiko hadir dengan membawa jinjingan yang terbungkus kain bercorak seribu bangau. Bisa jadi karena terkesan dengan corak kain seribu bangau yang indah, Yasunari kawabata menjadikannya sebagai judul novel. Chikako  tidak berhasil menjodohkan Kikuji dengan Yukiko karena sepertinya Kikuji tidak ingin terikat dengan Chikako (mimpi buruknya) walaupun dia sebenarnya berminat dengan gadis manis itu.

Chikako tidak menyukai Ibu Ota dan anak gadisnya Fumiko, sebab ibu Ota adalah saingannya dalam mendapatkan cinta mendiang ayah Kikuji. Dengan alasan yang aneh Bu Ota hadir dalam acara minum teh itu. Bu Ota merasa bersalah atas meninggalnya ayah Kikuji. Kikuji sebenarnya mencintai Bu Ota dan hubungan mereka juga seperti suami istri. Setelah minta maaf pada Kikuji, tak lama kemudian Bu Ota meninggal dunia. Dan cinta Kikuji beralih kepada anak Bu Ota, Fumiko.

Fumiko tarik ulur atas perasaan Kikuji, karena dia mengetahui hubungan terlarang antara ibunya dan Kikuji. Fumiko kemudian memberikan mangkuk Shino silindris milik ibunya yang dititipkan kepadanya untuk diberikan kepada Kikuji. Mungkin Fumiko ingin terlepas dari bayangan masa lalu yang buruk, karena sebenarnya mangkuk Shino itu hadiah ayah Kikuji untuk Bu Ota. Mangkuk Shino itu biasa digunakan Bu Ota untuk minum teh tetapi oleh Kikuji mangkuk silindris itu dipakai untuk jambangan bunga.

Suatu hari dengan dalih acara minum teh, Kikuji mengundang Fumiko untuk datang ke rumah besarnya. Sebenarnya setelah acara minum teh Kikuji ingin mengungkapkan isi hatinya kepada Fumiko. Kikuji menyukai Fumiko karena dia melihat sosok Bu Ota dalam diri Fumiko. Kikuji menggunakan mangkuk shino silindris itu untuk acara minum teh. Dan entah disengaja atau tidak Fumiko memecahkan mangkuk Shino itu, karena mengatakan, " Ada shino yang jauh lebih baik. Mangkuk itu mengingatkan anda akan yang lain dan yang lain lebih baik".

Hubungan Kikuji dan Fumiko semakin dekat akan tiba-tiba Fumiko meninggalkan Kikuji. Kawabata tidak menjelaskan alasan kepergian Fumiko. Apakah Fumiko pindah rumah atau bunuh diri?. Sungguh novel yang aneh ... potret cerita yang membingungkan. Sia-sia... tidak jelas dari awal  dan akhir cerita.

Aku bingung tak mendapat esensi dari sekelumit kisah membingungkan "Seribu bangau" ini. Aku sedikit menyesal membacanya, karena menurutku yang berguna hanya bab tentang asal mula acara minum teh di jepang. Anehnya aku bisa cukup panjang juga menceritakannya kembali.





 

0 komentar: