Selasa, 23 Juli 2019

BOHONG DI DUNIA


Penulis : Prof. Dr. HAMKA
Penyunting : Dharmadi
Penerbit : Gema Insani
Terbit : Cetakan kedua, Syawal 1438 H/ Juli 2017
Tebal : xvi + 128 Halaman  



Minggu itu menjelang Kajian Dhuha di Masjid Al-A'raf, aku menyempatkan diri berkeliling di Toko Buku Wali Songo. Mataku berlari-lari memeriksa semua judul yang tersedia. Akhirnya pandanganku terhenti pada sebuah buku tipis karya Buya Hamka, mengapa? karena judulnya membuat saya berkaca dan menangkap memori diri yang entah sengaja atau tidak mengandung kebohongan.

Pada bagian awal buku ini Buya Hamka mengatakan konsekuensi jika melakukan perbuatan bohong. 

"... Salah satu kejatuhan dan kehancuran harga diri dan wibawa manusia adalah karena dia kerap berbohong". (halaman v) 

"... Sikap jujur dan keberanian mempertahankan kebenaran adalah intisari dari jiwa yang merdeka. Sementara itu, kebohongan atau kemunafikan adalah gejala dari jiwa budak." (halaman x)

pendapat Buya Hamka tersebut diperkuat dengan dalil;    

Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassallam bersabda,
"Dusta adalah pangkal dari segala dosa. " (HR al-Bukhari)

Dalam berbagai bentuk kata, berita atau tindakan kita sendiri pun terkadang mengandung unsur kebenaran atau kebohongan. Karena kebenaran atau kebohongan itu berasal dari kehendak jiwa.  

"... pembatas diantara kebohongan dan kebenaran ialah i'tikad (kepercayaan atau keyakinan).  Di dalam akhlak (etika), yang dipandang ialah kepercayaan orang membawa kabar itu atas kabar yang dibawanya. Baik yang sesuai dengan kejadian, itulah yang benar, maupun yang tidak sesuai, itulah yang bohong. (halaman 5)

Dalam Filsafat Tasawuf, Imam al-Ghazali membagi sikap benar menjadi enam bagian :
  1. Benar dalam kata-kata
  2. Benar dalam niat dan kemauan (iradah)
  3. Benar dalam berazam (berkehendak)
  4. Benar ketika menunaikan kehendak
  5. Benar dalam bekerja
  6. Benar dalam kedudukan agama
Dalam buku ini Buya Hamka juga menjelaskan tentang jenis-jenis bohong: ada bohong yang hanya dalam hati, ada bohong yang di lidah dan ada bohong dalam perbuatan. 

Kebalikan dari bohong adalah terus terang. 
"... Orang yang berani berkata terus terang adalah orang yang mendidik jiwanya untuk merdeka. Orang yang berani menerima perkataan orang yang berterus terang adalah orang yang membimbing jiwanya pada kemerdekaan. Oleh sebab itu kebenaran adalan kemerdekaan."
(halaman 13)

Selain dari sudut pandang islam, Buya Hamka juga mejelaskan kedudukan bohong dari sudut pandang agama yahidi dan nasrani. Bagusnya ketiga agama Samawi iu sepakat bahang bohong merupakan perbuatan yang tercela dari kaca mata agama.

"... hidup yang dianjurkan oleh islam adalah hidup yang mempunyai kepercayaan (iman) kepada Allah. Iman menimbulkan taqwa, yaitu memelihara jiwa dari berbagai pengaruh perbuatan jahat yang akan menjatuhkan martabat manusia." (halaman 42)

"... segala macam perangai yang merusak budi pekerti akan membawa kerusakan pergaulan, termasuk di dalamnya bohong perbuatan, yaitu mendustai atau membohongi kebenaran dan keadilan yang mutlak. " (halaman 8)

Selain bohong dalam kategori tercela, Islam juga mengenal "bohong yang halal". Menurut Buya Hamka, Imam al-Ghazali menerangkan tiga hal yang diperbolehkan untuk berdusta, yaitu bohong untuk mendamaikan dua golongan yang sedang berselisih, tipu muslihat untuk strategi perang dan bohongnya suami kepada istri untuk mendamaikan hatinya. Hal itu sesuai dengan dalil;

"Diriwayatkan dari Ummi Kultsum bahwa Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassallam sekali-kali tidak membolehkan (menghalalkan) bohong atau dusta kecuali hanya pada tiga perkara berikut ini; "Pertama, dusta untuk mendamaikan dua golongan yang berselisih. Kedua, bohong untuk tipu muslihat atau sebagi strategi perang. Ketiga, bohong suami kepada istri untuk menyenangkan hatinya"." (HR. Muslim)
(halaman 61)

Namun kata-kata bohong atau pun perbuatan bohong ini tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita. Harus ada kesadaran pribadi untuk selalu membersihkan hati agar terhindar dari perbuatan tercela yang tidak diridhoi Allah Subhanallahu wata'alaa.

Allah Subhanallahu wata'alaa menjelaskan dalam Al-qur'an surat Al-Isra' ayat 36 ;


“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Israa’: 36)

Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wassallam memberikan tuntunan dalam sabdanya,

"Berbahagialah orang yang senantiasa memperhatikan aib dan cela dirinya sendiri dan bukan mencari-cari aib dan cela orang lain." (HR ad-Dailami)

Wallahu a'alam bish-shawab



0 komentar: