Rabu, 30 Maret 2011
HATTA - Jejak Yang Melampaui Zaman
HATTA
Jejak Yang Melampaui Zaman
Seri Buku TEMPO : Bapak Bangsa
Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan I, September 2010
Xx + 172 Halaman
Buku ini merupakan edisi khusus Hatta berdasarkan reportase ulang terhadap kenangan atas Bung Hatta yang dikumpulkan dalam memoir selain percikan pemikiran yang ia sebarkan dalam pelbagai tulisan dan pidato.
Jika selama ini mungkin aku hanya mengenal Mohammad Hatta sebagai “Bapak Proklamator Indonesia” dan “Bapak Koperasi Indonesia” saja, tetapi setelah membaca buku ini kekagumanku terhadapnya semakin bertambah tinggi. Sosok Mohammad Hatta sesungguhnya tidaklah “sesempit” citra yang selama ini disandangnya. Meski demikian hal tersebut tidak mengerdilkan keluasan pikirannya. Hingga kini sebagian besar pikiran Mohammad Hatta masih tercampak dalam buku-nuku dalam dunia sempit perpustakaan berdebu. Dan semakin dilupakan, pemikiran Hatta semakin jernih dan nyaring kedengarannya.
…Hatta adalah sosok pemimpin yang paling terkemuka dalam usaha mencari bentuk demokrasi yang paling sesuai bagi Negara nasional modern dan multisejarah.
(Halaman 6)
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di desa Aur Tajungkang – Bukit Tinggi dari pasangan Mohammad Djamil dan Soleha. Sejak masih sangat belia Hatta sudah ditinggal oleh ayahnya. Dan di kota kecil itulah Hatta dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya yang religius. Sejak usia 15 tahun Hatta sudah tertarik dengan organisasi kepemudaan. Ia kemudian menjadi anggota Jong Sumatera Bond selanjutnya karena karakternya yang penuh tanggung jawab serta disiplin ia terpilih menjadi bendahara di organisasi tersebut selam dua periode.
Setelah lulus dari MULO, pada tahun 1919 Hatta kemudian melanjutkan pendidikannya di Batavia untuk belajar di Sekolah Tinggi Dagang “ Prins Hendrik School ”. Setamat dari Prins Hendrik School , pada tahun 1921 Hatta melanjutkan studinya di Netherland Handelshogelschool – Rotterdam, Belanda. Selain belajar Hatta juga menjadi anggota aktif di perkumpulan Indische Vereniging (1922). Perkumpulan ini kemudian berganti nama menjadi Perimpunan Indonesia (PI) karena visi dan misi organisasi ini berubah dari organisasi yang bersifat social menjadi sebuah gerakan politik. Tahun 1925 Hatta berhasil menyelesiakan studinya dengan nilai yang sangat membanggakan. Selanjutnya buku ini juga menceritakan secara ringkas kiprah dan sepak terjang Hatta di dunia internasional dalam rangka mengusahakan kemerdekaan tanah airnya.
Pada bulan Juli 1932 Hatta kembali ke tanah air dan langsung bergabung dalam barisan orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia . Sepak terjang Hatta dalam menentang imperialisme dan kolonialisme Belanda di Indonesia membuat dirinya diasingkan. Bersama para tokoh kemerdekaan lainnya ia sempat merasakan ganasnya bumi Tanah Merah - Digul dan Bandaneira. Selama masa pembuangan ia sangat dekat dengan Sutan Syahrir salah seorang tokoh nasionalis yang juga memegang peranan sangat penting diawal kelahiran negara ini. Kita bisa mengetahui dari kesaksian yang dituturkan oleh Des Alwi yang juga pernah menjadi anak angkat Hatta dan Syahrir.
Masa pembuangan yang penuh derita itu berakhir ketika Jepang datang dan menaklukkan bumi pertiwi ini. Ketika Jepang berkuasa perjuangan Hatta dan tokoh-tokoh Nasionalis lainnya tidaklah berhenti. Kekejaman para pengusa Jepang di Indonesia tidak menyurutkan cita-cita seluruh anak bangsa yang sudah sangat merindukan kemerdekaan. Akhirnya hari yang sangat bersejarah itu tiba. 17 Agustus 1945 bersama Sukarno, Hatta mewakili segenap rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia . Setelah kemerdekaan dapat diraih tidak lantas membuat Hatta dan semua tokoh Nasionalis lainnya selalu berpesta dan berhenti berjuang karena mempertahankan dan melestarikan sesuatu yang telah diraih itu sangat sulit dan berliku jalannya.
Terlepas dari bayang-bayang dan perselisihannya dengan Sukarno, Mohammad Hatta memang sosok yang sangat mengagumkan. Semua daya upaya serta pemikirannya demi eksistensinya bangsa ini sudah sangat tidak diragukan lagi, bahkan dunia juga mengenalnya. Sejarah telah menyaksikan bahwa Mohammad Hatta adalah seorang orator besar. Beliau memang tidak berbicara lewat pidato dengan suara bariton yang berwibawa seperti halnya Sukarno. Namun ia berjuang dan berbicara lewat tulisan-tulisannya yang tajam dan menggetarkan. Banyak yang telah mengakui bahwa ketajaman pena Hatta dan kekuatan analisisnya justru lebih digjaya dari tembakan salvo.
Tekadnya yang sangat kuat untuk membuat bangsa Indonesia merdeka dan dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa di belahan dunia manapun membuatnya hampir melupakan kebutuhan pribadinya. Hatta menikah diusia yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi, yaitu 43 tahun. Pada tanggal 18 November Beliau menikah dengan gadis belia bernama Rahmi Rachim di Mega Mendung, Bogor – Jawa Barat. Pernikahan mereka dikaruniai tiga orang puteri, yaitu Meutia Farida, GemalaRabi’ah dan Halida Nuriah. Saat ini putri sulung Mohammad Hatta, yaitu: Ibu Meutia Farida masih aktif berkiprah di dunia politik Indonesia . Beliau menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya Ibu Meutia Faria pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009).
Atas semua jasa-jasanya pada Indonesia, pada tanggal 15 Agustus 1972 melalui Presiden Soeharto Negara menganugrahkan Tanda Kehormatan Tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” dalam suatu upacara kenegaraan di istana Negara.
Mohammad Hatta…
Bung Hatta…
Bapak Proklamator Indonesia …
Bapak Perekonomian Indonesia …
Pada tanggal 14 Maret 1980 akhirnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di RSCM dalam usia 78 tahun. Kemudian jasadnya dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.
Membaca buku ini membuatku semakin mengenal Sosok Mohammad Hatta. Aku bahkan sangat heran bagaimana ia tetap menjadi puritan ditengah bergolaknya laju zaman. Secara moral Beliau adalah sosok yang sangat layak menjadi panutan bagi semua orang khususnya para pejabat pemegang kekuasaan. Mekipun karakternya terkesan kaku, sebenarnya Beliau termasuk tipe “Family Man” yang hangat dan sangat mencintai keutuhan keluarga. Bagiku Beliau bukan hanya sekedar Bapak Bangsa , ia adalah Guru Bangsa yang sangat cemerlang.
Satu hal lagi yang menarik dari buku ini, yaitu foto-foto. Aku senang sekali berlama-lama memandangi foto-foto Bung Hatta. Ketika difotopun Bung Hatta punya gaya dan karakter tersendiri sehingga tidak sulit mengenali dan menilai sosoknya bahkan ditengah kerumunan sekalipun.
~* Rienz *~
Diposting oleh
atik
di
2:33:00 PM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
Cerita Buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar