Selasa, 24 April 2012

Kitab AL-HIKAM - Mutiara Hikmah 1 : Bersandar Diri Hanya Kepada Allah




Kitab Al-Hikam
Syaikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari
Penerjemah : Dr. Ismail Ba’adillah
Khatulistiwa Press, Cetakan Kedua Juni 2008
xx + 294 Halaman



Mutiara Hikmah 1

Bersandar Diri Hanya Kepada Allah


“Salah satu tanda bergantungnya seseorang kepada amalnya
adalah kurangnya raja’ (harapan terhadap rahmat Allah)
tatkala ia mengalami kegagalan (dosa)”

Penjelasan:
Untuk meraih ridho Allah Ta’ala, seorang muslim diwajibkan untuk selalu beramal. Akan tetapi di waktu yang sama pula, seorang muslim itu juga diwajibkan untuk tidak menyandarkan diri hanya kepada amal ibadahnya semata. Karena betapapun kerasnya usaha seorang muslim dalam beribadah dan menunaikan segala kewajibannya secara sempurna sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Khalik, tetap saja ia tidak akan pernah mampu menunaikan apa yang telah menjadi “hak prerogatif Allah SWT”.

Mengapa demikian ?
Simaklah hadits berikut ini
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan ;
“Berlakulah kalian setepat dan secermat mungkin (proposional). Sebab ketahuilah, amal salah seorang dari kalian tidak akan memasukkannya ke dalam surga”.
Para sahabat bertanya ;
“Lalu bagaimana dengan Anda, wahai Rasulullah?”.
Rasulullah SAW pun menjawab ;
“Aku juga, hanya saja Allah meliputiku dengan ampunan dan kasih sayang (rahmat)-Nya”.
(Diriwayatkan oleh enam imam hadits – Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam An-Nasa’I dan Imam Ibnu Majah)

Allah SWT juga berfirman ;

سُوۡرَةُ النَّمل

قَالَ ٱلَّذِى عِندَهُ ۥ عِلۡمٌ۬ مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ أَنَا۟ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبۡلَ أَن يَرۡتَدَّ إِلَيۡكَ طَرۡفُكَ‌ۚ فَلَمَّا رَءَاهُ مُسۡتَقِرًّا عِندَهُ ۥ قَالَ هَـٰذَا مِن فَضۡلِ رَبِّى لِيَبۡلُوَنِىٓ ءَأَشۡكُرُ أَمۡ أَكۡفُرُ‌ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦ‌ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِىٌّ۬ كَرِيمٌ۬ (٤٠)

Surah SEMUT
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: [*] "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari [akan ni’mat-Nya]. Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk [kebaikan] dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (40)
[*]Al Kitab di sini maksudnya: ialah Kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman ialah Taurat dan Zabur.

Tambahan :
Aku jadi teringat dengan cerita hikayat yang pernah disampaikan oleh beberapa uztad di beberapa Majelis Ilmu yang pernah aku hadiri.

Diriwayatkan bahwa di suatu pulau terpencil tinggal seorang ahli ibadah. Ahli Ibadah itu telah tinggal di pulau itu sejak masih sangat belia. Dengan kuasa Allah SWT menjadikan ahli ibadah itu seorang berilmu yang mendedikasikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan tak pernah sedetik pun hati, pikiran, perkataannya serta tingkah lakunya yang menjauhi Allah SWT.

Waktu terus berputar, hari juga berganti dan si ahli ibadah juga semakin tebal imannya kepada Allah SWT. Hingga tibalah malaikat maut menjemputnya. Di alam kubur ketika si ahli ibadah sampai di dekat mizan dan hendak melangkah ke surga datanglah malaikat. Malaikat itu bertanya, “Apakah engkau masuk ke surga karena Rahmat Allah SWT atau karena amal ibadahmu?” dan dengan percaya dirinya si ahli ibadah menjawab, “Tentu saja karena amal ibadahku, ya Allah”. Tetapi Allah berkata, “Tidak! Kau bisa masuk surgaku karena rahmatKu padamu”. Dan si ahli ibadah yang hatinya telah tergelincir ini bersikeras bahwa ia bisa ke surga karena semua amal ibadahnya yang tak pernah lelah ataupun berkurang kepada Allah SWT.

Untuk membuktikannya Allah SWT meminta malaikat untuk menimbang dan membandingkan berat antara semua amal si ahli ibadah dengan salah satu rahmat Allah SWT, yaitu mata kanannya. Dengan disaksikan sendiri olehnya ternyata semua amal ibadahnya didunia itu ternyata tak berarti bila dibandingkan dengan nikmat pengelihatan dari mata kanannya. Disitulah si ahli ibadah baru menyadari kesombongannya, kemudian segera ia bertobat kepada Allah SWT.

Atau kita bisa ambil contoh dari kehidupan kita sehari-hari, misalnya kejadian sewaktu kita berada di bangku sekolah. Sebagai murid yang baik, kita harus rajin mengkaji pelajaran yang telah diajarkan dan dibahas oleh bapak/ibu gurunya agar ketika ada ujian mampu melewatinya. Jika kita mampu bersyukur kepada Allah SWT tentunya akan menyadari bahwa keberhasilan kita melewati ujian itu bukan semata-mata karena usaha sendiri tetapi juga karena adanya ridho Allah SWT. Yakinlah Allah SWT akan melimpahkan karunia kepada siapa saja yang telah berusaha keras menggapai impian. Tetapi jika kita gagal melewati ujian itu baiknya jangan berputus asa sebab hanya Allah SWT yang paling mengerti dan paling mengetahui apa sesungguhnya yang kita butuhkan.

Allah SWT telah pemperkenalkan diriNya sendiri kepada kita melalui Asmaul Husna”. Allah SWT itu “Ar-Rahman dan Ar-Rahiim” dan tanpa diminta pun Allah SWT telah memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada semua makhluk ciptaannya.  Namun amatlah disayangkan karena tak semua hamba-hamba Allah SWT itu menyambut cinta dan kasih saying-Nya padahal mereka telah berjanji (sebelumnya). Harus diyakini bahwa keberadaan dan eksistensi kita sebagai bagian dari suatu sistem kehidupan yang sangat kompleks ini karena Allah Ta’ala. Sebab itu hendaklah kita jangan bersikap sombong di hadapan Allah SWT karena itu dapat membutakan mata bathin dan gampang menafikan kebenaran. Hingga akhinya tanpa disadari kesombongan itu akan menjerumuskan kita pada kekufuran.
Na’udzubillahi min dzalik…

Semoga bermanfaat…




Sumber:
Kitab Al-Hikam, Syaikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari, Dr. Ismail Ba’adillah, Khatulistiwa Press, Cetakan Kedua Juni 2008.

0 komentar: