Senin, 23 April 2012
Pemikiran Dakwah KH Hasyim Asy'ari
PEMIKIRAN DAKWAH K.H. HASYIM ASY'ARI
oleh : DR. KH. Samsul Ma'arif, MA
KH Hasyim Asy'ari (1871-1947) adalah salah seorang tokoh islam Indonesia yang hidup pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy'ari adalah satu-satunya ulama Indonesia yang mendapat gelar begitu terhormat di mata umatnya, Hadlrah al-Syaikh. Pemberian gelar ini dikarenakan kemampuan intelektualnya yang begitu besar. Selain itu beliau juga mampu menjalin bahkan memperkuat pemikiran umat islam Indonesia dalam melawan penjajah. Kemampuan intelektual KH. Hasyim Asy'ari dibuktikan juga dengan kemampuan beberapa karya tulis yang dianggap dapat menjadi pedoman dalam berprilaku. Dalam sejarah, gurunya sendiri mengakui kemampuan intelektual beliau. Kemampuan intelektual tersebut dipengaruhi oleh suasana pesantren yang dapat diketahui bahwa beliau sejak kecil sampai umur lima tahun berada di bawah asuhan ayah dan kakeknya, Kyai Utsman di Pesantren Gedang. Ketika Hasyim kecil berumur enam tahun, ayahnya mendirikan pesantren di Keras, arah selatan Jombang. Hasyim adalah anak yang cerdas dan mempunyai kemampuan bernalar yang baik. Kemampuan ini dapat dibuktikan ketika berumur 12 tahun dan masih dalam didikan orang tua sudah berani menjadi badal (guru pengganti) dari orang tuanya untuk mengajarkan keilmuan kepada murid yang lebih tua umurnya.
Berdawah bagi KH. Hasyim Asy'ari merupakan salah satu tujuan hidupnya. Hal ini dibuktikan ketika beliau pulang dari Mekkah langsung mendirikan pesantren di Tebu Ireng, Jombang. Pada waktu itu, Tebu Ireng merupakan sebuah desa yang penuh dengan rumah pelacuran dan tempat minum-minuman keras yang ramai dikunjungi penduduk yang umumnya memperoleh penghidupan dari pabrik gula setempat. Mendirikan pesantren di tempat itu pada mulanya ditertawakan oleh beberapa koleganya, karena dianggap sebagai keputusan yang konyol. Akan tetapi, pendirian pesantren tersebut bukanlah tanpa maksud. Beliau mempunyai tujuan untuk menyampaikan dan mengamalkan ilmu yang diperolehnya dan menjadikan pesantren sebagai agen perubahan sosial. Oleh karenanya, Mas'ud dalam tulisannya menyatakan bahwa KH. Hasyim Asy'ari adalah seorang ahli strategi, dalam arti beliau ingin merubah struktur masyarakat dan menganggap pesantren lebih dari sekedar tempat pendidikan atau lembaga moral dan religius. Yaitu pesantren sebagai sarana penting untuk membuat perubahan mendasar dalam masyarakat secara luas.
KH. Hasyim Asy'ari juga berdakwah dengan berbagai bentuk. Antara lain yang digunakan adalah mendirikan Komite Hijaz yang bertujuan untuk mempertahankan aliran "Ahlu al-sunnah wa al-jama'ah" dan sistem bermazhab empat terutama karena di Mekkah saat itu telah dikuasai oleh kelompok Wahabi. Dari Komite Hijaz ini, kemudian dilanjutkan menjadi sebuah organisasi yang dinamai dengan Nahdatul Ulama (NU). NU merupakan penghadang bagi penyebaran pikiran-pikiran Islam modern ke desa-desa di Jawa. Dan akhirnya menimbulkan semacam status quo dimana kaum modern memusatkan misinya di lingkungan perkotaan dan NU cukup menarik pengikutnya terutama mereka yang berasal dari pedesaan.
Dalam berdakwah KH. Hasyim Asy'ari juga memperhitungkan keadaan sosial dan masyarakat pada saat itu. Beliau berdakwah sesuai dengan kebutuhan dan keperluan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan aspek tradisi keagamaan. Misalnya, penekanan materi dalam berdakwah pada ukhuwah dan ahlus as-sunnah wa al-jama'ah disamping beberapa materi lainnya lainnya. Penekanan ini dikarenakan pada saat itu, keadaan umat islam sudah mulai pecah antara kaum tradisionalis yang memegang kuat ajaran pendahulunya dengan kaum yang terpengaruh oleh kelompok modernisasi Abduh. KH. Hasyim Asy'ari juga mencoba mempertahankan ahlu al-sunnah wa al-jama'ah sebagai ide utama dalam berdakwah, dengan mempertimbangkan karena Ahlu al-sunnah wa al-jama'ah adalah bagian dari kehidupan yang sudah ada sejak munculnya islam di Indonesia. Dan aliran ini adalah sesuai dalam keyakinannya sebagai aliran yang benar dan tidak sesat.
Ahlu as-sunnah wa al-jama'ah (Aswaja)
Aswaja yang dimaksud oleh KH. Hasyim Asy'ari adalah kelompok yang dianggap selamat. Mereka merupakan ahli tafsir, hadits, fiqih dan berpegangan dengan sunnah Rasul dan pendapat Khalifah empat. Dalam bidang fiqih mengikuti salah satu dari mazhab empat, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali.
Pada sisi lain KH. Hasyim Asy'ari juga secara tidak langsung menyatakan bahwa Aswaja adalah kelompok yang mengikuti mazhab Syafi'i, ilmu ushuludin mengikuti mazhab Abu Hasan al-Asy'ari dan ilmu tasawuf mengikuti mazhab al-Ghazali dan Abu Hasan al-Syadzili, sebagaimana yang diikuti oleh penduduk (Jawa) islam pada masa lalu. Dari pendapat dan keterangan di atas nampak sekali bahwa KH. Hasyim Asy'ari mencoba untuk mempertahankan tradisi islam yang sudah ada di Jawa.
Adapun alasan penggunaan salah satu mazhab empat adalah :
* Pertama, Umat telah sepakat dalam memahami syariat berpegangan dengan ulama salaf, tabi'in berpegangam dalam syariat kepada Nabi Muhammad SAW dan Tabi'in al-Tabi'in berpegangan pada kaum Tabi'in. Begitu pula setiap ulama dalam masalah syariat berpegang dengan ulama sebelumnya. Hal ini secara akal menunjukkan fenomena yang baik, sebab syariat tidak akan diketahui kecuali dengan dalil naql dan istinbath. Padahal dalil naql tidak akan benar dan lurus kalau tidak mengambil dari kelompok sebelumnya secara berangkai (kontinu). Dalam istinbath harus mengetahui mazhab yang lebih dahulu, agar tidak keluar dari pendapat mereka yang mengakibatkan berbeda kesepakatan (ijma'). Begitu pula pola bangun dalam istinbath pun harus sesuai dengan mereka, sebab mereka adalah ahlinya.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa semua bentuk profesi itu harus mengikuti jejak ahlinya. Khusus untuk syariat, yang mempunyai keahlian adalah ulama salaf yang memang telah mengerti dengan baik cara menetapkan hukum dan mereka juga mendapatkannya secara muttasil (bersambung) dari ulama sebelumnya. Karena kita mempunyai jarak yang jauh dengan ulama salaf, maka yang menjadi pegangan adalah mazhab empat yang sudah teruji. KH Hasim Asy'ari menganggap mazhab Imam Imamiyah dan Zaidiyah adalah bid'ah dan tidak bisa dijadikan pegangan.
** Kedua, adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, ikutilah golongan terbesar. Sedangkan empat mazhab tersebut adalah kelompok besar dan meninggalkan salah satu mazhab tersebut berarti meninggalkan salah satu kelompok besar.
*** Ketiga, keadaan zaman yang sudah begitu hancur, di mana sudah susah ditemukan ulama yang benar karena kebanyakan orang sudah tidak amanat. Oleh karena itu, orang harus kembali ke tradisi yang mengikuti tradisi para ulama salaf yang jujur dan amanat.
KH. Hasyim Asy'ari dalam mendakwahkan ajaran mengenai aswaja tidak hanya didasari pada kenyataan yang ada dalam masyarakat islam di Jawa yang ada pada saat itu atau masyarakat islam secara umum, tetapi juga didasari pada kepercayaan yang kuat tentang adanya hadits yang menyatakan bahwa akan adanya perpecahan umat islam menjadi 73 kelompok dan yang dianggap selamat hanya satu kelompok. Hal ini mengindikasi bahwa KH. Hasyim Asy'ari mencoba dengan penuh keyakinan mengenai perlunya membela dan mendakwahkan isi hadits tersebut sehingga masyarakat tidak tersesat dalam kelompok yang sesat.
Hal ini didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu Majah, yang artinya :
“ Demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya umatku kelak akan terpecah menjadi 73 golongan, satu golongan akan masuk surga sedangkan 72 golongan lainnya akan masuk neraka.
Para sahabat bertanya : Golongan mana itu ya Rasulullah yang akan masuk surga?
Nabi menjawab : Golongan Ahlu al sunnah wa al-jama'ah”.
Aswaja yang didakwahkan adalah aswaja yang dianggap sebagai salah satu ajaran islam yang benar. Dengan mendakwahkan aswaja sebagai ajaran islam, maka merupakan hal yang jelas betapa cintanya KH. Hasyim Asy'ari terhadap pemikiran generasi sebelumnya. KH. Hasyim Asy'ari nampaknya ingin tetap melanjukan tradisi yang sudah mapan beratus-ratus tahun tentang pemahaman atas agama.
Sumber : Risalah Jum’at Forum Bersama Warga Ahlu al Sunnah Wa al Jama’ah
Diposting oleh
atik
di
11:04:00 AM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
Cerita Qolbu,
Cerita Taklim
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



0 komentar:
Posting Komentar