Rabu, 15 Agustus 2012

Lahirnya Kembali Beringin Putih - The White Banyan



THE WHITE BANYAN
LAHIRNYA KEMBALI BERINGIN PUTIH
Le Banian Blanc
バンヤンホワイトバックの誕生
Juru pantun : Elisabeth D. Prasetyo
Juru gambar : Heri Dono
Juru mimpi : Mbah Marijan
Juru desain : Hari Wahyu
Juru huruf jawa : K.R.T. Cokro Dipuro
Juru huruf jepang : Sachiko Nakajima
Juru pustaka : Agustina Ismurjilah
Juru penerjemah : Woro Nurfitri, Yuri Sichida, Kosuke Nakajma, George Khal
Cahaya Abadi, Jakarta
246 Halaman


Lukisan sederhana dan lima terjemahan dari kalimat “judul - Lahirnya Kembali Beringin Putih” pada sampul buku ini sangatlah unik dan menarik.  Selain itu buku ini juga dikemas dengan sangat istimewa. Ada banyak lukisan sederhana yang disertai aksara jawa mengiringi cerita dalam buku ini. Buku ini dicetak secara eksklusif dengan mengunakan kertas yang biasa dipakai untuk majalah. Dan yang lebih istimewa lagi adalah cerita dalam buku ini dituturkan dalam empat bahasa’ yakni; Indonesia, Inggris, Perancis dan Jepang.

Dalam kata pengantarnya disebutkan bahwa buku ini didedikasikan untuk Mbah Marijan dan penduduk di sekitar Gunung Merapi. Hingga kini Gunung Merapi merupakan salah satu gunung yang paling aktif di dunia. Banyak mitos seputar Gunung Merapi yang berkembang luas di masyarakat terutama dari suku Jawa yang membuat gunung ini semakin anggun, kokoh dan angker. Adanya keterkaitan antara Gunung Merapi dan Laut Selatan Pulau Jawa dengan Keraton Jogjakarta Hadiningrat menambah aura mistis dari Gunug Merapi ini.

Buku ini berkisah tentang pohon Beringin Putih dan Batu Gajah. Keberadaan Beringin Putih yang kokoh berdiri dipersimpangan tiga jalan Desa Kinahrejo tentu saja menimbulkan pernyataan karena pohon itu bukan jenis tanaman yang biasa tumbuh di daerah pegunungan. Pohon beringin membutuhkan udara panas untuk membebaskan akar-akarnya agar bisa leluasa menggelantung dan berjuntai. Batu gajah terletak sekitar dua puluh meter dari Beringin Putih. Batu itu berbentuk seperti seekor induk gajah terbaring miring dengan seekor anaknya  yang berada diantara kaki-kakinya. Dan menurut mbah Marijan kedua tempat itu merupakan daerah keramat karena Beringin Putih dan Batu Gajah itu dipercaya berisi banyak mantra dan kesaktian.

Mitos-mitos purba yang dituturkan turun menurun seputar Gunung Merapi pada hakekatnya mengandung nilai-nilai kebijakan dan kearifan hidup agar manusia dan alam bisa berjalan harmonis serta seimbang. Mbah Marijan dan penduduk sekitar Gunung Merapi tidak mengangap gunung itu sebagai makhluk mati.  Penduduk sekitar Gunung Merapi sangat mencintai Gunung itu karena disanalah sumber penghidupan mereka. Bahkan mereka menganggap Gunung Merapi itu sebagai bagian dari keluarga mereka dan memanggilnya dengan sebutan “Eyang”. 

Tokoh sentral dalam buku ini adalah Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi itu.  Menurut infornasi dari “google” nama asli Mbah Marijan adalah Mas Penewu Surakso Hargo atau Raden Ngabehi Surakso Hargo. Beliau lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, 5 Februari 1927 dan meninggal di Sleman, Yogyakarta, 26 Oktober 2010 pada umur 83 tahun.

Membaca buku ini sedikit banyak aku bisa mengenal sosok Mbak Marijan dan seberapa besar kekuatannya. Beliau tipikal “wong ndeso” yang sangat ramah, sederhana dan rendah hati. Akan tetapi disitulah sumber kekuatan Beliau dan bukan produk minuman kesehatanKuku Bima Ener-Gyang dibintanginya. Dalam setiap percakapan dengan para tamu beliau selalu mengatakan, “saya ini orang bodoh”.  Tetapi sesungguhnya perkataannya itu adalah sebuah tipu daya dan pada mereka yang ingin tahu artinya, beliau akan menjelaskan, bahwa;

“Kalau orang pinter diberi satu akan minta dua.
Tetapi kalau orang bodoh diberi satu, akan disyukuri”.

Ada lagi kearifan Mbah Marijan yang bisa dijadikan bahan renungan,

“Buah yang kamu pungut di bawah pohon terasa manis dan masak.
Sebaliknya yang kamu petik dari pohon dengan menyogoknya pakai tongkat bambu
akan selalu terasa pahit”.

***

“Orang-orang yang mengenakan sepatu tetapi tidak bertopi.
Saya berjalan bertelanjang kaki namun kepala saya selalu saya lindungi karena kepala adalah bagian terhormat dari tubuh manusia.
Bukankah dia yang memerintahkan kaki-kaki kita untuk melangkah?”.


 

Mbah Marijan adalah seorang petani yang juga abdi dalem keraton Jogjakarta Hadiningrat. Dan Beliau bertugas untuk mengelola acara tahunan Kraton Yogyakarta di Gunung Merapi yaitu Upacara Labuhan. Tetapi oleh masyarakat Indonesia, Beliau lebih dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi. Banyak opini negatif berkembang seputar upacara ini maupun pada sosok Mbah Marijan itu sendiri. Dan Mbah Marijan yang sangat mencintai Gunung Merapi dan tugas yang diembannya lebih memilih untuk setia pada apa yang dicintainya itu hingga akhir hayatnya.

Mitos tentang Gunung Merapi sesunguhnya bukan hanya dongeng semata, tetapi memang itulah kehidupan nyata penduduk Merapi. Mitos itulah yang membuat penduduk Gunung Merapi bertahan hingga kini. Dengan mitos itulah mereka menghadapi segala ancaman dan tantangan dari luar. Mitos ini tak dapat ditangkap dengan logika. Menurut penulis kekayaan mitos ini hanya dapat dipahami melalui impian. Dan impian iu adalah mata batin, seperti yang dimiliki Mbah Marijan. Jika semuanya hancur, impian itulah yang tersisa. Dan impian itu tak dapat dihancurkan oleh kekerasan apa pun jua.

Seperti yang diyakini oleh Mbah Marijan, pohon beringin yang telah menjadi simbol eksistensi, pembelaan dan perlawanan rakyat itu berwarna putih. Melalui buku ini Elisabeth menyampaikan sebuah pesan mitologis tentang persahabatan dan cinta antara manusia dan alam.

Aku suka membaca buku ini karena memuat nilai-nilai kearifan dan keindahan masa lampau yang hingga kini sinar kebajikannya masih bisa kita nikmati, pahami bahkan diteladani. Meskipun cahayanya agak meredup karena perubahan zaman tetapi nilai-nilai kearifan masa lampau itu telah mengkristal dalam budaya dan tradisi yang masih selalu digenggam dan dipelihara oleh masyarakat jawa khususnya.



~* Rienz *~

0 komentar: