Selasa, 22 Februari 2011

LU XUN



LU  XUN
Catatan Harian Orang Gila
Penulis : Lu Xun
Penerjemah : Pipit Maizier
Sumber Terjemahan : Lu Hsun Selected Stories by WW Norton & Company Inc.
Cetakan : Cetakan I, Desember 2007
Tebal : xxiv + 448 Halaman

Lu Xun adalah nama pena dari Zhou Shuren. Ia dilahirkan di desa Shaoxing, Provinsi Zheijiang pada tanggal 25 September 1881. Keluarganya sangat berpendidikan dan mereka juga menganut paham konfusian totok. Jadi tidak heran jika Lu Xun tumbuh menjadi seorang yang kritis dan pandai. Sejak kecil Lu Xun sudah melihat dan merasakan sendiri berbagai ketimpangan, penderitaan, ketidakadilan serta kesewenang-wenangan terjadi pada dirinya, keluarganya maupun masyarakat disekitarnya.

Pada awalnya Lu Xun memutuskan untuk mempelajari ilmu kedokteran. Ia berharap bisa memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat di Tanah Airnya karena pada saat itu banyak rakyat Tiongkok yang meninggal karena wabah penyakit sedangkan tenaga medis yang ada hanya sedikit jumlahnya. Oleh karena itu pada tahun 1904 ia pergi ke Jepang untuk menuntut ilmu di Universitas Sendai. Suatu saat Lu Xun mengalami suatu kejadian yang sangat menggoncang bathinnya dan hal itu yang menjadi alasan utama mengapa ia mengubah haluan hidupnya. Lu Xun meninggalkan pendidikan kedokterannya karena menurutnya yang dibutuhkan Tiongkok bukanlah cara mengobati penyakit fisik (physical illness) akan tetapi pengobat(r) semangat (medicine spiritual).

Lu Xun memilih sastra sebagai sarana untuk mengobati kondisi spiritual rakyat Tiongkok. Dengan penanya Lu Xun berjuang memperbaiki segala penyakit yang menggerogoti Tanah Airnya. Semua tumpukan kelaliman peradaban yang kronis itu membuatnya menjadi pejuang yang sangat diperhitungkan dalam dunia sastra Tiongkok. Lu Xun menancapkan taring-taring kritiknya melalui essai dan tentu saja cerpen-cerpennya. Lu Xun tidak pernah membuat novel dan semua karya-karyanya dalam bentuk cerpen. Melalui semua cerpennya nama Lu Xun menjadi tersohor tidak hanya di Tiongkok tetapi dunia juga mengenalnya dan menganugrahi gelar yang sangat prestisius yaitu Tiongkok’s Greatest Modern Writer for Most of Twentieth Century.

Setelah terlibat dalam aksi protes atas pembunuhan mahasiswa dalam Gerakan Revolusi Kebudayaan, 4 Mei 1919, Lu Xun hidup berpindah-pindah tempat. Ia bersembunyi dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari Amoy ke Canton lalu ke Shanghai. Lu Xun tetap dalam persembunyian hingga tutup usia pada tanggal 19 Oktober 1936 karena terserang virus Tuberculosis (TBC). Selama hidupnya Lu Xun banyak membantu para aktivis muda dalam pelbagai hal, ia juga sangat antusias mengobarkan semangat para sastrawan dan seniman muda. Karena menurut Lu Xun tugas sastrawan adalah berusaha terus membela rakyat Tiongkok (semua manusia dimana saja) yang teraniaya dan tertindas.

Buku ini berisi delapan belas (18) rekam jejak buah pemikiran Lu Xun. Secara keseluruhan isinya tidak jauh dari dari kritik dan kecaman atas jiwa rakyat Tiongkok yang lembek karena pelbagai penyakit juga sindiran satire kepada para intelektual Tiongkok yang menyandang “status revolusioner” yang ternyata adalah manusia-manusia serakah.

·          Cerpen pertama berjudul “Catatan Harian Orang Gila (April 1918)” yang konon kabarnya merupakan karya pertama seorang Lu Xun. Cerpen ini berkisah tentang upaya narator memahami jalan pikiran seorang penderita skizofrenia.
·          Cerpen kedua berjudul “Kung I-Chi (Maret 1919)”, cerita ini dinarasikan oleh seorang remaja pegawai sebuah kedai minuman tentang seorang laki-laki pelanggan kedai minuman yang gagal menjadi pegawai pemerintahan dan akhirnya terpaksa menjadi seorang pencuri untuk menyambung hidupnya. 
·          Cerpen ketiga dan keempat berjudul “Obat (April 1919)” dan “Besok (Juni 1920)”. Kedua cerpen ini mempunyai kisah yang hampir sama yaitu tentang usaha keras orang tua (ibu) dengan segala keterbatasannya mencarikan obat untuk anaknya terserang TBC dan Tifus. Dan akhirnya orang tua (ibu) anak itu harus menanggung kesedihan karena tak mampu melawan keperkasaan dewa kematian.
·          Cerpen kelima berjudul “Sebuah Insiden (Juli 1920)”. Cepen ini berkisah tentang keajaiban dari suatu peristiwa yang akhirnya mampu menyadarkan seseorang yang tersesat untuk kembali ke jalan kebaikan.
·          Cerpen keenam berjudul “Badai Dalam Secangkir The ( Oktober 1920)”. Sepertinya kehidupan masyarakat Tiongkok tidak bisa lepas dari peranan kedai minuman, karena di kedai minuman itu semua informasi yang mempengaruhi kehidupan rakyat bisa didapat. Cerpen ini berkisah tentang obrolan di kedai minuman dimasa pergantian kaisar. Pada waktu itu Kaisar yang berkuasa dari Dinasti Ching yang mengharuskan kaum lelaki mencukur rambut bagian depan dan memelihara rambut bagian belakang agar dapat dikepang. Gaya rambut seperti ini disebut Taiping/Toucang. Jadi lewat informasi simpang-siur yang berkembang dari kedai minuman masalah Taiping menjadi hal yang sangat sensitif karena bisa mempengaruhi kestabilan sebuah keluarga. Dan karena Taiping pula orang juga bisa berbuat apa saja tanpa memperdulikan orang lain demi menyelamatkan kehormatan diri sendiri.
·          Cerpen ketujuh berjudul “Kampung Halamanku (Januari 1921)”. Seorang pemuda terpelajar yang memboyong keluarganya ke kota agar bisa hidup layak jauh dari desanya yang tak menjanjikan masa depan yang baik buat keluarganya.
·          Cerpen kedelapan berjudul “Kisah Nyata Ah Q”. Berkisah tentang seseorang laki-laki tak berpendidikan dan miskin bernama Ah Q. Karena kebodohan dan kemiskinannya membuat Ah Q mati sia-sia atas nama revolusi.
·          Cerpen kesembilan berjudul “ Opera Desa (Oktober 1922)”. Berkisah tentang kenangan seorang laki-laki akan masa kecilnya yang membahagiakan. Setelah dewasa ia sangat merindukan kebahagian itu karena jejak-jejak waktu membuatnya tidak bisa melihat sesuatu dengan lebih jernih dan murni.
·          Cerpen kesepuluh berjudul “Persembahan Tahun Baru (Februari 1924)”. Berkisah tentang ketidak berdayaan seorang wanita terhadap budaya yang berkembang dimasyarakat. Wanita seakan sebuah komoditi yang bisa diperjual belikan atau dipertukarkan oleh pihak-pihak yang berkuasa. Dan ketika keterpurukan menimpanya tak seorang pun mau mendengarkan atau perduli dengan keberdaannya. Ia dianggap tak ada.
·          Cerpen kesebelas berjudul “Di Kedai Arak”. Berkisah tentang nostalgia seorang laki-laki bersama seorang teman lamanya di sebuah Kedai Arak.
·          Cerpen keduabelas berjudul “Keluarga Bahagia Berdasarkan Gaya Hsu Chin-Wen (Maret 1924)”. Berkisah tentang imajinasi seorang penulis akan potret sebuah keluarga bahagia yang bergaya modern. Awalnya keluarga khayalan itu terlihat serasi dan harmonis tetapi lama-kalamaan semua terlihat monoton dan menjemukan. Padahal yang terlihat modern atau indah itu belum tentu baik hasilnya dikemudian hari.
·          Cerpen ketiga belas berjudul “Sabun (22 Maret 1924). Sebuah sindiran bagi orang-orang yang mengaku terpelajar padahal perangai dan tingkah laku mereka tidak lebih baik dari binatang.
·          Cerpen keempat belas berjudul “Manusia Dalam Kesunyian (17 Oktober 1925)”. Cerpen ini berkisah tentang dua orang sahabat yang terpaksa harus berpisah karena mempertahankan idealisme masing-masing. Dan sikap keras kepala mereka membuahkan kesunyian yang muram.
·          Cerpen kelima belas berjudul “Menyesali Masa Lalu * Catatan-catatan Chuan-Sheng (21 Oktober 1925)”.  Berkisah tentang laki-laki yang merasa gamang ditengah kebahagiaannya. Jiwanya yang labil membuat laki-laki itu tak bisa berfikir jernih dan tergesa-gesa mengambil keputusan. Dan buah dari semua ketidakpercayaan dirinya itu membuatnya hidup ditelaga kemiskinan kemiskinan, kehilangan harta, tahta bahkan cinta.
·          Cerpen keenam belas berjudul “Bercerai (6 November 1925)”. Aku sebenarnya agak kurang mengerti jalan ceritannya karena dialog antar tokohnya membingungkan. Tetapi secara garis besar sepertinya cerpen ini berkisah tentang proses perceraian yang terjadi di masyarakat Tiongkok. Dan seperti perceraian suami isteri pada umumnya maka pihak isterilah yang menanggung kerugiaan.
·          Cerpen ketujuh belas dan delapan belas berjudul “Terang Bulan” dan “Pedang-pedang Tempaan (Oktober 1926)”. Kedua kisah dalam cerpen ini juga membingungkan dan agak sulit juga membandingkannya. Jadi mungkin ini adalah dongeng rakyat Tiongkok yang dibahasakan kembali oleh Lu Xun.

Sejujurnya aku menyukai kedelapan belas karya Lu Xun ini karena sedikit banyak aku bisa meraba apa yang terjadi di Tiongkok saat Revolusi Kebudayaan tengah bergulir. Aku juga menyukai gaya Lu Xun bercerita yang menggunakan banyak metafor untuk mengungkapkan unek-uneknya. Karya Lu Xun ini sangat jujur, emosional, lembut tetapi menohok tajam.

Namun ada yang sangat disayangkan dari buku ini karena dalam penyajiannya terkesan serampangan atau kurang dipersiapkan. Ada banyak ejaan yang salah dalam cara penulisannya, seperti; kata penyakit ditulis pe-nyakit, harian ditulis ha-rian, lelaki ditulis le-laki, sekuel ditulis sekuen, sebenarnya ditulis sebenamnya, diri ditulis din, terutama ditulis temtama, mencengkram ditulis mencengkrm, mendesis ditulis mendsis, yang ditulis yb, kata-kata yang kekerangan imbuhan dan masih banyak lagi. Semua kekurangan itu menurut saya sangat mengganggu sekali meski kita sebenarnya mengetahui maksudnya (saya yakin teman-teman yang sudah menikmati karya Lu Xun terbitan Jalasutera juga akan meng-amini opini saya ini).

Mungkinkah ada distorsi dalam proses penerjamahannya?
Karena aku lihat karya Lu Xun ini bukan diterjemahkan langsung dari bahasa ibunya - Tiongkok, tetapi diterjemahkan dari edisi Bahasa Inggris.
Atau mungkin ketidak nyamanan itu sengaja dibuat agar sesuai dengan judul cover bukunya...  “Catatan Harian Orang Gila” karena aku tidak menemukan tulisan-tulisan yang mengganggu itu pada halaman i – xiv bahkan dengan lihainya penerbit bermain kata-kata, seperti; pengobat(r) semangat atau menenta(e)ng fasisme.
Yahhh... semoga saja pesan yang ingin di sampaikan Lu Xun dapat ditangkap oleh para penmbacanya.
Yahhh... semoga untuk kedepannya nanti (jika memang terjadi kelalaian) penerbit Jalasutera lebih selektif lagi dalam proses penerjemahan dan pengeditan naskahnya agar tag-line usahanya tidak menjadi slogan semata.


~* Rienz *~

0 komentar: