“ Sajadah Panjang “
~ 1984 ~
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
diselingi sekedar interupsi
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara adzan
Kembali tersungkur hamba
Hamba tunduk dan ruku’
Hamba sujud tak lepas kening hamba
Mengingat DIKAU sepenuhnya
Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan Beliau. Amin.
Sebuah negeri yang sejuk karena pohon tauhid menumbuhkan daun-daunan yang rindang,
sehingga di bawahnya orang menerima aliran udara yang nyaman.
tegak lurus seratus juta hasta,
penuh dengan molekul zat asam,
yang rapi dianyam oleh
sehingga menyebabkan paru paru makhluk dan kulit bumi bernafas secara semestinya.
kemudian di atasnya, ada cahaya.
cahaya itu datang sebagai garis lurus,
dan karena banyak jumlahnya
mereka sejajar bagai berkas, secara teratur,
jelas arahnya serta berkilau-kilau keadaannya.
dan kita semua diberitahu lewat sebuah maklumat,
Mengenai cahaya berkilau yang berlapis lapis itu,
yang menerangi kampung kita.
ketika layar malam telah menyelimuti bumi,
kabarnya cahaya itu masih menerangi negeri kita.
Siapa yang pernah memikirkan dan melihatnya?
dan layar malam yang hitam telah digulung kembali,
cahaya itu tetap menerangi negeri kita.
Siapa yang pernah memikirkan dan melihatnya?
yang pintu depannya disinggahi cahaya itu,
jadilah rumah itu rumah yang teduh.
Lihatlah pencari nafkahyang keluar seharian dari itu rumah,
setelah bekerja keras dan payah,
pulang membawa rezeki yang bersih dan berkah,
selamat dari percikan lumpur kotoran yang menodai zaman.
Yang tingkap jendelanya disinggahi cahaya itu,
penghuninya tidak suka bergunjing, hemat dengan kata kata,
tidak mendengki pada tetangga,
bila bersedekah tanpa perhitungan apalagi mengharapkan penghargaan,
dan senyumnya sepanjang hari jadi perhiasan.
Memandikan seluruh atap dan bubungan rumah,
Semua desa dan
Setiap sungai dan gunung di negeri kita.
bahwa rumah yang pekarangannya dicurahi cahaya itu,
anak anaknya di malam hari rajin membaca buku sambil membelakangi televisi,
mereka tidak merokok apalagi menyentuh madat,
bersama ibu dan ayah mereka bersujud,
berdoa dan menyanyikan wahyu Tuhan,
ensiklopedia di ruang tamunya adalah 30 jilid tafsir Quran,
referensi budi pekerti digali dari teladan kehidupan Rasul kecintaan.
yaitu Quran yang bukan cuma perhiasan tapi Quran bacaan,
Quran yang bukan cuma bacaan tapi Quran yang maknanya diresapkan
Quran yang bukan cuma maknanya diresapkan tapi Quran yang isinya deras mengalir
memasuki dan menyuburkan seluruh jalur kehidupan.
sehingga kalbu kita semua senantiasa cerah karenanya,
sehingga dunia terang-benderang jadinya.
kami zalim terhadap diri sendiri,
kami banyak cacat itu dan ini,
tapi janganlah ditutupkan cahaya Quran bagi kami semua.
jauh dari sempurna,
hati kami banyak penyakitnya,
amal kami tak sedikit cacatnya,
tapi janganlah karena itu ditutupkan cahaya Quran bagi kami sekalian.
Wahai Yang Maha Pemurah dan Bijaksana.
tapi jadikanlah Quran pelengkap kehidupan.
tapi jadikanlah Quran indah dalam penerapan keseharian.
tapi jadikanlah dia panduan sepanjang kehidupan.
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang,
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah masjid yang mana
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya ?
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata :
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir beraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air terasa, bukan dingin kiranya demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.
“Lima Syair Tentang Warisan Harta”
~ 1998 ~
“ Celupkan Jarimu ke Air Lautan “
~ 1984 ~
Bertanya seseorang pada junjungan kita
“Wahai Rasulullah tercinta Bandingkan dunia kini dengan akhirat nanti”.
Menjawablah Rasulullah Sallallahu’Alaihi wa Sallam
”Celupkan jarimu ke air lautan
Air yang menetes dari ujung jarimu itulah dunia seisinya
Air yang ada diselebihnya di lautan
Air yang tersebar di tujuh samudera
Itulah akhirat nanti”
Wahai alangkah kecil arti dunia
Wahai alangkah kerdil arti dunia
Wahai alangkah remeh makna dunia
Wahai alangkah wahai tak berartinya dunia
Yang mengejar akhirat mendapat akhirat dan dunia
Yang mengejar dunia cuma mendapat dunia
“Barang Titipan”
semua ini titipan saja
badan kita, nyawa kita, istri kita, suami kita, anak kita,
semua ini titipan saja
suatu hari barang titipan harus dikembalikan
yang punya tak bilang kapan
kita saja yang rapi menyiapkan
malam ini, minggu depan, tahun depan
harus rapi dikembalikan
sebenarnya kita tak punya apa-apa
semuai ini titipan saja
***
“Cerita Seorang Anak Yatim Piatu Selepas Pesta Ulang Tahun Tetangganya”
untuk kami anak-anak penghuni panti asuhan
diantarkan seorang ibu dan anak gadisnya.
mereka naik Corolla biru
dari pakaian, cara bicara dan perilaku kelihatan tamu ini orang gedongan
golongan yang hidup lebih dari kecukupan.
untuk ikut acara ulang tahun
Rebo jam tujuh malam.
berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama
jalan kaki bersama, karena jaraknya cuma terpisah sepuluh rumah saja.
dan anak-anak berusaha duduk di belakang-belakang saja
tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya
para remaja belasan tahun
mereka sehat-sehat, harum-harum
berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya
saya berjuang melawan sifat minder saya
duduk di tengah ruang tamu yang luas.
di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotan
di bawah lampu kristal bergelantungan.
tidak ada acara potong kue dan tiup lilin
tidak ada tepuk tangan mengiringi lagu Hepi-Bisde-Tuyu
Hepi-Bisde-Tuyu.
Surah Luqman dengan suara amat merdunya
dan suaranya berubah jadi untaian mutiara
yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya.
Lia yang berulang tahun berpidato sangat mengharukan
dalam acara seperti ini bukan saya yang jadi pusat perhatian
diperingati atau dihargai
ya, mama kita ibunda kita
dan ayahanda.
Ibunda dan ayahanda pusat perhatian kita.
mama melahirkan saya
posisi saya sungsang
saya terlalu besar
jadi mama harus sectio caesaria
berdarah-darah
seluruh keluarga khawatir dan berdoa
di luar ruang operasi duduk menanti berita
dalam kecemasan luar biasa
tapi alhamdulillah
kelahiran selamat
walaupun mama sangat menderita
saya pikir, tidak logis saya jadi pusat perhatian
harus mama yang jadi pusat perhatian
mama. Bukan saya
saya pikir, tidak logis saya minta kado harus mama yang diberi kado
dia sangat terharu
kemudian dia mengambil sebuah bungkusan
kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga.
terima kasih mama, terima kasih
mama telah melahirkan saya dengan susah payah
mama menyabung nyawa berdarah-darah.
malam ini, 16 tahun yang lalu
terimalah rasa terima kasih ananda
tidak seberapa harganya.
terpukau pada kata-kata anak gadisnya
terharu pada jalan pikirannya yang dia tak sangka-sangka
dia langsung memeluk anaknya terguguk-guguk menangis
keduanya tersedu-sedu
hadirin menitikkan air mata pula
suasana mencekam terasa
dan hening agak lama
para hadirin yang mulia ini memang kejutan bagi kita
karena dengan tahun yang lalu acara ini berbeda
Lia tidak mau tiup lilin jadi acara
karena ditemukannya di ensiklopedia
bisa mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi begitu katanya
termasuk si jundai, setan, hantu, kuntilanak dan gendruwo.
lalu dikarang lagi
berikutnya superstisi
yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya semua mati,
acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman purbakala.
bisa menentukan nasib saya?
Allah yang menentukan nasib saya.
saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul
walaupun itu datangnya dari barat atau pun timur juga.
minta kado dari papa dan mama
minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya.
burung beo yang pintar meniru adat Belanda dan Amerika
dalam acara ulang tahun kita
begitu katanya.
berkatalah yang berulang tahun itu
adalah doa bersama
sesudah hamdalah dan salawat
karena saya ingin jadi anak yang baik laku
jadi perhiasan di leher ibuku
jadi penyenang hati ayahku
rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku
bertegur-sapa dengan semua tetangga
dan kelak ketika dewasa berguna bagi
disilakan makan bersama-sama
dengarlah kisah kesannya.
dendeng tipis balado, ikan emas panggang dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk
belum pernah aku memegang udang sebesar itu.
seperti nyanyian yang nyaris abadi
kadang-kadang makan pun cuma sekali sehari.
kulihat tuan rumah yang baik hati itu
bapak dan ibu itu berdiri bersama Lia anak gadisnya
berbicara amat mesranya.
beliau meninggal ketika umurku setahun.
mungkin seusia pula dengan ibu itu.
Tidak pernah.
Bagi ibu bapakku
mengembang di atas pipiku
tak tertahan titik air mataku.
Lalu didirikan di Dunia Ketiga, termasuk negeri kita ini
Di depan hidung kita penyakit di pindah ke sini
Dan untuk mereka kita hamparkan merahnya permadani
Lalu bangsa kita ditipu dengan gemerlapnya advertensi
Inilah nasib bangsa yang miskin dan pemerintah yanglemah
Semua bertumpu pada pemasukan uang sebagai orientasi.
4000 macam racun dipadatkan sepanjang sembilan senti
Untuk orgasmus nikotin 5 menit itu serdadu tembakau ini mana peduli
Terhadap hari depan anak-anak yang masih memerlukan pencari rezeki
Terhadap bagaimana terlantarnya kelak janda yang dulu namanya istri
Atau nasib duda yang dulu namanya suami
Terhadap pengotoran udara depan belakang, kanan dan kiri
Dalam memuaskan ego, dengan sengaja mendestruksi diri pribadi
Betapa beratnya memenangkan Perang Melawan Diri Sendiri
“Indonesia Keranjang Sampah Nikotin”
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah...ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling
menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok
di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
kemana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.
Amin Yaa Rabbalalamin
Aku berdiri di tepi jalan raya kota besar yang lalu lintasnya padat
Dan aku melihat mayat-mayat
Aku berdiri di pinggiran kota kecil di mana pun tempat
Dan aku melihat mayat-mayat
Aku berdiri di pesisir ketika mbak berpacu dengan cepat
Dan aku melihat mayat-mayat
Setiap sepuluh meter ke kiri, setiap sepuluh meter ke kanan,
Setiap sepuluh meter ke depan, setiap sepuluh meter ke belakang,
di pusat belanja, di jalan raya, di rumah sakit, di rumah sehat
Aku bertemu mayat-mayat
Mayat-mayat itu belum masuk ke liang lahat
Mayat-mayat itu berdiri bergoyang-goyang dari saat ke saat
Kebanyakan muda-muda, belasan tahun dan dua puluh tahunan itu mayat
Mayat-mayat anak bangsa yang dicengkeram madat
Mayat-mayat yang berdiri bergoyang dari saat ke saat
Heroin, kokain, sabu, ekstasi, mariyuana cair, serbuk dan padat
Yang disebar oleh bandar-bandar amat keparat
Yang dimodali oleh cukong-cukoang betapa laknat
Yang dibekingi orang-orang bersenjata dan berpangkat
Aku dikerubungi oleh anak-anak muda, yang sudah hampir mayat
Tapi masih bernafas satu-satu, sesaat-sesaat
Ada yang sakau, ada yang di tepi tebing sekarat
Aku pandangi satu-satu, mereka yang sakit berat
Mungkin ada anakkku, keponakanku, tetangga RT-ku,
atau saudara jauh yang dapat kuingat
Lihat mata mereka yang kosong, dari cahaya terhambar
Lihat tubuh kurus, tulang berliput jangat
Lihat mereka yang sakau, menggelepar dan menggeliat
Seperti adiksi alcohol, adiksi rokok, ketagihan ini luar biasa berat
Berkata seorang dari mereka,
Seorang lagi begini mengucap,
Air mataku tak bisa kuhambat
Nafasku serasa tersumbat
Dari jurang kehancuuran, anak bangsa ini mari kita angkat
Inilah tugas luar biasa berat
Ini pun kini, kita sudah telat
Wahai orang-orang berpangkat,
Gunakan pangkat untuk membela anak-anak bangsa sebelum sangat terlambat
Dari jurang kehancuran anak-anak bangsa ini mari kita angkat,
Sungguh ini tugas luar biasa berat.
***


1 komentar:
Terimakasih telah berbagi makna inspirasi dan keindahan
Posting Komentar