Penerjemah : Indah Santi Praditina
Cetakan : Jakarta, Februari 2009
Tebal : 224 halaman
Waktu datang ke Book Fair sebenarnya tidak ada niatku untuk memiliki buku ini tapi karena covernya eye-catchy banget membuatku jatuh hati padanya. Covernya seperti komik, menggambarkan sketsa orang-orang dan lingkungan pedesaan Jepang. Cara penyajian covernya juga unik, seperti membuka pintu rumah atau ShojiJepang.
Membaca judul novelnya juga mengingatkan aku pada Novel Toto Chan karya Tetsuko Kuroyanagi. Jika Toto Chan bercerita dari sisi seorang murid maka Botchan menyuguhkan cerita sebaliknya yaitu dari pandangan seorang guru. Botchan bukanlah nama sang tokoh utama tetapi nama panggilan sopan dan sayang seseorang untuk bocah laki-laki di Jepang.
Kabarnya novel ini termasuk dalam karya sastra klasik Jepang yang banyak diminati oleh berbagai kalangan di negerinya. Bahkan juga sudah dibuat visualisasinya untuk mengisi program acara musim panas di Jepang. Pengarangnya, Natsume Kinnosuke atau lebih dikenal dengan Soseki adalah seorang sarjana sastra inggris yang mengajar di sekolah menengah tingkat atas di berbagai daerah di Jepang. Ia juga memperoleh beasiswa untuk memperdalam ilmunya di Inggris. Soseki sangat mencintai sastra dan dia bercita-cita membuat orang lain (murid-muridnya) juga mencintai sastra paling tidak mereka mengenal dan apresiatif terhadap sastra. Ia mengajar di sekolah menengah Matsuyama yang kemudian menjadi setting novel ini.
Awalnya ku pikir novel ini adalah novel anak-anak ternyata aku keliru karena novel ini bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa berbatas usia. Dalam novel ini Soseki bercerita tentang pernak-pernik kehidupan seorang guru matematika sekolah menengah di Shikokun bernama Botchan. Mungkin tema yang diangkat oleh Soseki sangat biasa tetapi hikmah yang terkandung di dalamnya luar biasa.
Tokoh utama novel ini dipanggil Botchan. Soseki menggambarkan bahwa secara lahiriah Botchan bukanlah sosok yang menarik. Kepribadiannya juga standar saja seperti kebanyakan orang. Botchan sejak kecil hingga dewasa seorang yang sangat keras kepala dan terkesan kaku. Dia juga seorang yang suka mencela dan menggerutu meski seringnya hanya diungkapkan dalam hati saja. Tetapi Botchan adalah seorang yang naïf, jujur, ceplas-ceplos, penyayang, pencinta keadilan dan apa adanya ( low profile ). Ia juga sering membanggakan dirinya yang seorang Edo ( keturunan shogun ) dari Tokyo, pemberani dan anti ketidakadilan sehingga penilainnya terhadap suatu masalah kadang tidak proposional. Satu-satunya orang yang sangat disayangi oleh Botchan adalah Kiyo, perempuan tua yang menjadi pembantu di rumah keluarga Botchan.
Ketika mulai debut pertamanya mengajar di sekolah menengah Shikoku, Botchan banyak menuai kesulitan yang sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor luar dirinya, seperti murid-muridnya maupun koleganya sesama guru di sekolah itu. Di luar sekolah pun Botchan sering berhadapan dengan sesuatu yang dianggapnya tidak adil dan menyusahkan dirinya, seperti perlakuan petugas di penginapan Minatoya atau pasangan suami isteri pemilik rumah tempat Botchan nge-kost. Meski baru tinggal beberapa bulan tinggal dan mengajar di Shikoku, Botchan sudah merasa tidak kerasan. Ia kecewa dengan kota kecil itu karena dia menemui ketidak jujuran, keculasan, ketidak adilan serta sikap munafik dan menjilat yang diperlihatkan oleh beberapa orang terutama koleganya yang selalu menyusahkan hidupnya.
Secara sederhana novel beraliran realis ini memang berbicara tentang bad-gay and good-gay. Meski pada akhirnya kebaikan memang selalu bisa mengikis kejahatan tetapi di sini penulis tetap memberikan sentuhan manusiawinya dari manusia. Meski jalan ceritanya agak datar, menurutku kisah Botchan sangat menarik untuk dinikmati dari awal sampai akhir .
~* Rienz *~

0 komentar:
Posting Komentar